Minggu, 01 Juli 2012

You changed my life

  Aku terburu-buru berlari ke arah gerbang sekolah, aku harus cepat-cepat ke rumah sakit. Bukan karena aku sedang sakit. Tapi aku harus bertemu dengan kekasihku. Iya, dia seorang dokter, tapi masih baru. Awal pertemuan kami adalah pada saat aku harus menjenguk pamanku yang sakit disana. Kami jadi semakin dekat sejak aku pun pernah dirawat beberapa hari disana, karena kecelakaan kecil.



Yang lebih mengejutkan adalah pernyataan cintanya, pada waktu itu hari sedang mendung ketika aku meminta untuk bertemu dengannya. Aku meminta bantuannya untuk mengerjakan beberapa tugas Biologi yang tidak aku mengerti. Aku memintanya untuk bertemu di taman, kebetulan waktu itu dia sudah selesai dengan shiftnya. Saat kami baru memulai membahas soal pertama, tiba-tiba saja hujan datang,
 Kami langsung berlari mencari tempat untuk berteduh. Aku hanya terbungkam, aku bahkan tidak berani untuk sekedar menatapnya. Salah satu dari kami tidak berani untuk memulai percakapan.
"Wah, hujannya deras. Kira-kira kapan berhentinya?" tiba-tiba dokter mengaggetkanku.  
Tapi aku masih terbungkam.
"Dingin juga disini" Dokter masih mencoba untuk mencairkan suasana. 
Tiba-tiba saja dia menoleh ke arahku.
"Wah, liat! bibir kamu biru, mungkin benar-benar kedinginan, benar-benar tidak bagus."
Lalu dia melepas mantel cokelatnya, dan menghampiriku.
"Aku nggak apa-apa kok." Sergahku.
"Heh! Aku ini laki-laki, kau perempuan! Bahkan aku ini seorang dokter, mana mungkin membiarkan seseorang sakit sebelum melakukan pencegahan!"
Aku hanya menurut, Disini memang dingin. Besok aku masih harus ke sekolah.
"Maaf ya dokter"
Kulihat Dokter mengerutkan keningnya.
"untuk apa?" Jawabnya dengan senyum simpul di bibirnya.
"Hehehe, aku udah ngerpotin dokter hari ini"
Senyum nya lebih merekah, betapa tampannya dokter ini. Pantas saja rumah sakit itu tidak pernah sepi. Tanpa kusadari dada ku berdegup kencang. Kenapa seperti ini? Aku tidak pernah merasa sangat gugup seperti ini sebelumnya. Aku terkejut saat kulihat dokter sedang memandangi wajahku. Sontak aku berjalan mundur satu langkah, dan hampir terjatuh. Untunglah dokter dengan cepat merah kedua tanganku.
"Aku memperthatikan kamu hanya melamun. Lain kali harus lebih hat-hati."
"Terimakasih dokter, kalau eng.."
"Sejak kapan jadi begini?" Ucap dokter memotong kalimatku
"Apa? Kenapa?" Tanya ku
Tiba-tiba dokter menggenggam tanganku dan meletakan di dadanya. Aku benra-benar gugup, dadaku benar-benar berdegup kencang. Aku menarik tangan ku, namun dia menggenggamnya lebih erat.
"Bagaimana? Apa sama dengan mu?"
   Aku tidak tahu harus menjawab apa? Tatapan matanya terasa kuat membuat ku tak berani untuk membalas menatapnya.
"Sepertinya aku sudah seperti ini sejak pertama kali, pasien Sirra"
Aku masih terdiam, aku benar-benar tidak mengerti apa yang dokter bilang. Tapi aku benar-benar merasakan detak jantungnya yang begitu cepat. Merasakan hal yang sama?
"Coba tatap mataku?"
Aku mulai memberanikan diri untuk menatapnya. Matanya menunjukan bahwa dia sedang bersungguh-sungguh.
"Sirra, i know this so crazy, but i fall for you" Ucapanya dengan lembut.
Kurasakan aku tenggelam dalam suatu kebahagiaan yang sangat membuatku gembira, bahkan kurasakan dadaku berdegup dengan indahnya. Ku beranikan untuk menatap wajahnya lebih dalam lagi.
Dia tersenyum dengan lembutnya. Aku membalasnya dengan senyum.
"Apa itu artinya iya?" Tanyanya membuat ku tersentak.
"Hah?"
"Would you be mine?"
  Pada saat itu aku tidak tahu apa yang aku fikrkan, senang dan gembira bercampur memenuhi perasaanku.
Tanpa sadar aku mengangguk, aku rasa memang aku sudah jatuh cinta padanya.

  Bahkan jam istirahat pun dia masih terlihat sibuk, sampai sekarang  aku tidak bisa melupakan kejadian itu.
Mungkin aku sudah gila. Ya aku sudah gila karenanya. Dia selalu memenuhi otak ku.
Lalu sosok yang kunantikan akhirnya datang.
"Wah-wah dokter benar-benar sibuk. Aku jadi tidak tega!"
"Seperti biasa. Tidak pernah telat. Waktu istirahat ku sudah mau habis. Kamu ada kesulitan tugas?"
"Benar-benar nggak romantis, yaudah aku pulang deh" ucapku dengan nada kecewa.
Belum sempat berjalan 3 langkah, dokter menarik ku dalam pelukannya. Aku benar-benar terkejut, tapi aku sangat menikmatinya. Entah mengapa aku sangat senang saat dokter memelukku.
"Yasudah, hati-hati di jalan! Jangan mampir kemana-mana!" ujarnya.
"Iya, abis ini langsung ngerjain PR deh!" gumam ku
Dokter hanya mengusap rambutku dan kemudian pergi menuju lorong-lorong.

  Sampai dirumah aku bahkan tidak menyentuh bukuku, aku lupa besok hari Sabtu. Aku merbahkan tubuhku di kasur. kulihat ada pesan di Handphone ku. Senyumku langsung merekah saat kulihat pesan itu dari dokter.
'PR sudah di kerjakan? Aku ragu'. Benar-benar perusak mood. Pesannya tidak kubalas, untuk apa? dia bahkan tidak perhatian. Tiba-tiba di kembali menirim pesan. 'Aku tau apa yang sedang kau fikirkan, apa kau sudah makan?'. Aku pun mebalas 'Iya, pasti capek yah?'.
'sama sekali engga, karena tadi kamu berkunjung. Capeknya udah hilang ^^'
'Dokter bawel! Tidur sana!'
'Iya cerewet, besok jam 4 sore, siap-siap!'

  Aku memutuskan untuk  tidak membalas, aku langsung tidur berharap kencan besok tidak akan mengecewakan. 
waktu menunjukan jam setengah delapan, aku sudah siap dengan mini dress berwarna merah. Aku tidak tahu kami akan kemana. Tapi aku rasa akan sangat menyenangkan. Tepat pukul delapan, dokter sudah berada di depan rumah, aku langsung menghampirinya. seperti biasa senyumannya menyambutku, membuat ku merasa beruntung.

  Dia membawa motornya dengan lembut, itulah yang kusuka darinya. Ternyata dia membawa ku ke pantai, tempat yang paling ku suka.
"Wahh, indah!" ujarku dengan semangat.
"Aku mau menikmati sunset dengan mu." Jawab dokter.
"Aku terlalu senang, hehe"
Dokter membalas senyum ku, tapi aku tahu ini bukan senyum biasanya. Tapi aku tetap senang. Dia benar-benar berwajah pangeran.

 Kami menghabiskan waktu di pantai, sampai malam menjelang. kami duduk di pasir pantai yang putih. mennikmati deburan ombak yang indah. Tiba-tiba dokter berdiri, aku pun mengikutinya. Tiba-tiba dia memelukku dengan lembut.
"Nanti kamu akan menikah dengan ku kan?" ucapnya.
Aku terkejut, mengapa tiba-tiba dia mengatakannya.
"Aku janji akan sabar menunggu, aku janji akan menunggu mu lulus SMA. Aku janji akan bekerja keras, aku akan mebahagiakan mu"
sekujur tubuh ku merinding dibuatnya, dia mengucapkannya dengan penuh kesungguhan.
''Dokter, kenapa tiba-tiba..."
"aku sayang kamu, kamu akan di sampingku kan?"
"Dokter aku..."
Aku tidak tahu harus menjawab apa, kali ini aku benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa.
"Iya, dokter harus menungguku, kelak nanti dokter juga harus membahagiakanku." jawabku dengan lantang.
Lalu dia melepaskan pelukannya, dia menatapku dengan penuh kasih sayang.
"Mendengarnya, aku sudah lega" lirhnya.
Perlahan-lahan dia mulai mendekat, aku dapat melihat wajahnya dari dekat. Lalu dia mengecup keningku dengan lembut. Aku benar-benar senang.
"Ayo kita pulang"
Aku hanya mengangguk. Rasanya benar-benar hari yang menyenangkan. Aku sudah memberikan hatiku untuknya.

  Sudah 2 hari setelah kencanku, tapi kami tidak bertemu selama itu. Di rumah sakit tempat dia bekerja, dia tidak ada. Sudah ku ucoba untuk menghubunginya, tapi tidak pernah di tanggapi, bahkan pesan dari ku pun tidak di balas. Ada apa dengannya? Aku sangat mengkhawatirkannya. Sebenarnya dimana dia sekarang? Aku tidak tahu dimana rumahnya. Aku pun pasrah, mungkin dia memiliki sebuah masalah.

  Seminggu berikutnya, aku sangat terkejut. Dokter muncul di depan rumah ku. Aku sangat senang. Aku berlari dan memeluknya, tetapi dia tidak membalas pelukan ku. Aku tidak mengreti apa yang sedang terjadi dengannya.
"Sudah lama, kenapa baru datang sekarang?" ucapku.
"Benarkah?"
"Kenapa tiba-tiba" lirihku.
"Maaf, tapi aku mau bicara" ujarnya.
"Serius banget?" gumamku.
Tatapnnya sangat berbeda, tatapannya dingin. Sepertinya dia memang ingin membicarakan sesuatu yang penting.
"Sekarang aku mau serius, aku memutuskan untuk menikah"
"Me.. me..apa?"
"Iya menikah"
"Tapi, aku kan masih SMA, bukannya kamu bilang mau menunggu ku lulus SMA?"
kulihat tatapan matanya lebih dingin, dia tidak membalas menatapku, apa ini bukan yang dia maksud? Tiba-tiba aku dapat merasakan sesak di dadaku. Mataku sembab.
"Maaf, bukan denganmu, aku harusnya sudah mengatakan ini seminggu sebelumnya. Jadi aku sudah tidak bisa membahagiakan mu lagi."
Tanpa sadar air mata turun membanjiri pipiku. Kakiku terasa lemas. Aku merasa tidak ada harapan, aku kritis. Dadaku sakit bukan main. Kepalaku sakit, aku tak sanggup berdiri.
"Jangan bercanda dok, rasanya sakit walau hanya bercanda" lirihku.
"Ini bukan bercanda, aku bicara serius" ujarnya.
Dia pun meninggalkan aku yang terduduk di jalan yang dingin. Aku terus memanggilnya, tapi dia tetep tidak menoleh kearahku. Rasa sakitnya menjalar ke seluruh tubuhku. Apa mungkin aku masih bisa hidup sekarang?

   Aku terbaring di kamar ku, rasanya masih sakit, kurasakan air mataku tidak berhenti mengalir. Membayangkan ucapannya yang begitu menusuk. Aku teringat saat kami di pantai. Bukankah dia berjanji akan membahagiakan aku? Bukankah dia berjanji akan menungguku? Aku merasa amat bagahgia pada saat itu, tapi mengapa sekarang dia menjatuhkanku dengan begitu sakitnya. Aku tidak tahu apa sekarang aku membencinya? Atau aku berharap apa yang terjadi kemarin hanya mimpi? Entahlah tapi aku berharap itu semua benar-benar mimpi.

   Keesokan harinya aku menceritakan semuanya kepada sahabatku, Rini. Dan bodohnya aku menangis, padahal pada waktu itu kelas belum sepi. Baru istirahat pertama. Tapi entah mengapa air mataku tak terbendung lagi rasanya.
"Sabar Sir, hantaman ini memang keras rasanya, tapi nanti kau akan mendapatkan yang lebih baik dari pada dia" ujar Rini.
Tangisanku semakin pecah, aku masih mengingat semua janjinya, tapi berakhir pilu. Ucapan Rini bagaikan palu yang menghantam kepalaku, Pengganti? Mungkinkah ada yang bisa menggantikan dia?
"Berjuanglah! aku tahu kau bisa melewati semua ini!" ujar Rini mengejutkan ku.
Benar, aku tidak boleh hanya terpaku pada suatu kisah. Masih banyak lembaran hidupku yang perlu aku bangun.

To be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar